Jumat, 26 November 2010

KOIN dan TAMBAL BANGSA di putar di CCCL



Sangat luar biasa ketika film kita bisa diputar dan di tonton olah banyak orang , “ Campus Movement “ adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh Infis (Independen film Surabaya) dalam bulanan yang mengundang beberapa komunitas film yang berkontribusi pada masyarakat umun di Surabaya.
Jumat sore kemaren ,KOIN film arahan Rio dan teman-teman kinne angkatan 2008 dan TAMBAL BANGSA salah satu film diklat anggota muda kinne 2009 dipersembahkan disitu. Lebih tepatnya Kinne Komunikasi UPN bersanding dengan Sinemetografi Unair untuk hadir dan memutar film serta berdiskusi tentang segala hal mengenai film di kota ini. Namun Keterbatasan waktu membuat kita seakan-akan mebuat diskusi ini tidak berjalan secara optimal,belum lagi ketika film dari kita sendiri mengalami sebuah kendala di bagian teknis. Kendala waktu tersebut yang membuat jalannya acara bisa dibilang molor , tapi hal tersebut bisa segera diselesaikan .
Sekitar satu jam setengah diskusi itu berlangsung , dengan dihadiri oleh sekitar 30 mahasiswa dari masing – masing perguruan tinggi berasal serta ada juga yang datang diluar kampus UPN dan Unair kok. Diskusi semakin menghangat ketika salah satu bagian dari kita ada yang bertanya tentang batasan dalam membuat film serta kontribusi kita sebagai komunitas untuk masyarakat itu seperti apa.
Seperti yang diucapkan oleh salah satu peserta diskusi , yaitu mas Rudi ketika bertanya :
Dalam mebuat sebuah film , apakah ada sebuah batasan untuk membentuk sebuah karakter dalam berfilm ???
Serta keberadaan kita sebagai komunitas film untuk masayarakat itu seperti apa ???
Dan apa kendala atau hambatan dalam membuat sebuah komunitas itu sendiri …
Respon pun datang dari Fakhri , ketua pengurus Sinematografi Unair .
Dalam membuat sebuah film kita tidak ada batasan , karena kita tidak mau membatasi bentuk kreatifitas seseorang dan juga dalam masyarakat itu sendiri kita semampu dan sebisa mungkin berupaya megkontribusikan segala hal tentang kita untuk mereka . Untuk kendala itu sendiri mungkik kami masih bisa mengatasi , mungkin kendalanya dalam hal seleksi alam . Karena mungkin banyak yang tidak bisa bertahan lama di film ,terutama komunitas
Citra ( Ketua Kinne )pun merespon pertanyaan tersebut ,
Untuk membuat film di Kinne Komunikasi itu sendiri sama juga tidak ada batasan untuk berkarya , tetapi kita punya literatur – literatur yang bisa dipergunakan sebagai pegangan dalam membuat film yang kita produksi . Maklum , kita lahir dari klub kajian film berbasis kampus , jadi kita harus mempertimbangkan konten dalam ber-film . Kemudian komunitas itu sangat bermanfaat besar bagi kemajuan orang – orang disekitarnya terutama masyarakat , sebisa mungkin kita harus bisa menjadi media alternatif bagi mereka . Seperti yang ada di Kinne , kita punya program namanya Layar Keliling , dimana program tersebut kita membuat sebuah tontonan alternatif bagi masyarakat umum yang notabenenya kurang nonton bioskop melalui riset serta menggali informasi yang berkembang di perkampungan tersebut kita bisa tahu film apa yang ccocok diputer disitu. Dan untuk hambatan itu sendiri datang ketika sama-sama masih belum sadar akan posisi kita untuk orana – orang sekitar kita.
Kemudian Deddy pun menanggapi dalam hal hambatan , karena di Infis sendiri susah dalam hal regenerasi karena sampai saat ini pun kita cuman tinggal dua orang saja . Jadi jujur saja kalau kita kekurangan SDM , sambil tertawa kepada penonton.
Hingga pada akhirnya ada yang bertanya lagi , keberadaan Infis sendiri untuk komunitas dan kota Surabaya itu seperti apa . Seperti hal yang di pertanyakan oleh Mas Wawan .
Dan sebagainya hingga kita sepakat untuk mempunyai tanggung jawab besar terhadap orang – orang disekeliling kita terutama masyarakat . Karena dalam berkomunitas kita harus bisa menjadi media alternatif bagi mereka serta mejadi bagian dari mereka pula , dengan kesadaran itu pula kita akan mulai sadar akan kepentingan kita bersosialiasi terhadap mereka melalui film.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.