Minggu, 27 September 2009

JOKI KECIL ( Film Review )

film Eksplisit 


JOKI KECIL ( Dokumenter )
Indonesia – 2005 , 20 min

Best Documentary and Favorite Film at Metro TV Eagle Award, 2005
Best Short Documentary at Festival Film Pendek KONFIDEN, 2006
Best Short Documentary at Jakarta Slingshort Festival,2006
Best Short Documentary at Asian Competition Section,Tehran International Short Film Festival, IRAN, 2006
Runner Up Best Docomentary at Asian Television Awards,SINGAPORE, 2006
Best Documentary at Festival Epona,Franch, 2007


 Pacuan kuda Sumbawa berlangsung setiap tahun di arena pacuan ( Kerato) dengan diikuti para pemilik kuda , dukun ( Sandro) , joki kecil dan juru lepas kuda .
Masyarakat begitu antusias dengan keberadaan aktivitas tersebut , dimana disebuah tempat tersebut terdapat keberagaman yang luar biasa dan saling bersorak soranda.
Ada tokoh masyarakat setempat , baik bapak – bapak , tua , muda , dan bahkan anak – anak memegang peranan penting dalam situasi seperti itu .
Bagaimana tidak , mayoritas anak – anak disitu berkembang dan dilatih untuk menunggang kuda sejak dini untuk dijadikan mesin uang oleh pihak – pihak tertentu dalam kurun waktu yang lumayan panjang ( dalam hal ini pemilik kuda / peternak kuda) .
Udara yang sangat panas dan kondisi tanah yang lumayan gersang tidak membuat niat mereka urung untuk melakukan aktivitas tersebut . Tapi bagaimanapun itu , kelihatan – nya mereka sangat senang dengan posisinya sebagai penunggang kuda atau biasa disebut Joki Kecil .




Pak Masuarang , adalah pemilik kuda Tanda Gambar , Tanda Gambar ( nama kuda) yang sering meraih juara kelas , juara umum di tempat tersebut .
Seluruh masyarakat sekitar yang ada di kecamatan Lape , Sumbawa , Empang dll sangat bergembira dan bersorak ria ketika sang promotor memanggil dan menyebut nama Tanda Gambar dengan kencang . Menurut para pemilik kuda yang dilihat dan dicari untuk menjadi seorang joki adalah keterampilan - nya , tangguh dan kuat untuk memukul kuda.
Semakin kecil kondisi tubuh sang joki , maka semakin ringan pula kuda tersebut untuk bisa berlari dengan sangat kencang .

 A . Rahman adalah ayah angkat Syaiful . Syaiful adalah Joki kuda milik pak Masuarang. Beliau menerangkan bahwa pusar kepala Syaiful lumayan lebar , dan menurut kepercayaan warga setempat kondisi seperti itu bisa memberikan keberuntungan bagi para pemilik kuda karena dipercaya bisa menunggang kuda dengan sangat kencang . Semakin kencang kuda tersebut berlari , semakin besar pula peluang kemenangan yang akan mereka peroleh . Maka beliau menyarankan Syaiful untuk menjadi joki kuda milik pak Masuarang .



 Muhammad Maun merupakan murid kelas 2 SMP yang senasib dengan Syaiful dan sudah menjadi joki kuda sejak 4 tahun yang lalu . Menurutnya , agar berani menunggang kuda dia dimantrai terlebih dahulu serta diberi uang dan jeruk . Sehari - hari dia menjalankan aktivitasnya sebagian besar sama halnya dengan anak – anak kecil pada umumnya kalau pagi dia sekolah dan bermain bersama teman – teman tetapi kalau sore dia berlatih menunggang kuda . Lain halnya jika hari sabtu dan minggu dia nunggang kuda dari pagi hingga sore , dari hasil jerih payahnya dia bisa mengantongi hasil uang dari 20 ribu , 30 ribu , hingga 50 ribu per hari . Kondisi tersebut sangatlah luar biasa bagi anak – anak seumur dia , dan yang lebih luar biasa lagi dia bisa mendapatkan uang hingga 300 ribu jika memenangkan sebuah pertandingan di arena . Uang tersebut bisa Maun pergunakan untuk membayar sekolah , membeli buku dan tas , baju sekolah hingga baju Lebaran . Menurutnya menjadi joki kecil sangatlah menyenangkan , disamping bisa mengisi waktu luang dan memacu adrenalin serta bisa tebang diatas udara dengan kondisi seperti itu dikarenakan hobby tersebut juga bisa menghasilkan materi berupa uang .



Tapi yang perlu di garis bawahi tanpa sadar hobby mereka sangat rawan sekali dengan kecelakaan secara dini . Ketika pluit belum berbunyi tetapi kuda sudah melaju , maka kepala sang joki akan mengalami benturan keras dengan tiang pembatas laju kuda atau biasa kita kenal Line Start . Belum lagi jika kuda berontak dan melukai sang joki , para pemilik kuda dan orang – orang disekitar tidak ada yang peduli sama sekali terhadap kejadian tersebut . Anak – anak itu sangat pasrah dan tidak bisa berbuat apa - apa , ketika mereka dipaksa untuk menjadi joki yang handal , tetapi orang – orang sekitar tidak ada yang perduli dengan nasib mereka . Orang – orang dewasa di kawasan itu cuman bisa mengandalkan seorang Sandro ketika anak – anak kecil itu berontak untuk tidak mau menunggang kuda , dan ketika para joki kecil mengalami kecelakaan , dsb .
Peran seorang Sandro sangat berperan penting untuk mengatasi hal – hal tersebut , mereka bisa membuat yang tidak berani naik kuda hingga bisa berani naik kuda . Terus yang mengalami kecelakaan bisa sembuh seketika ketika ditanganinya .



 Menurut Pak Rahman dengan sebuah jimat yang mereka pakai , yang awalnya anak – anak itu takut untuk naik kuda sehingga mereka berani dengan lantang untuk menunggang kuda . Belum lagi yang mengalami luka bisa sembuh seketika di tangan sang Sandro . Biar bagaimanapun hal tersebut sudah menjadi hal yang wajar di mata mata masyarakat Sumbawa , datang berduyun – duyun menuju Kerato sambil membawa seonggok uang untuk modal berjudi . Belum lagi jika sedang ada kerusuhan , hal sedemikian mungkin justru malah tak dihiraukan oleh mereka . Sebagian besar mereka lebih percaya terhadap seorang Sandro yang menjanjikan jika memakai jimat tersebut tidak akan terjadi apa – apa termasuk kecelakaan pada sang joki cilik . Tapi kenyataanya bagaimana , mereka tetap saja mengalami kecelakaan . Dan ironisnya bahwa tidak jarang mereka yang pernah menjadi joki kuda di sekujur tubuhnya terdapat luka – luka yang memar baik yang baru maupun luka yang sudah lama . Sebagian besar dari mereka mengalami pengalaman yang berbeda – beda menurut mereka , tapi yang perlu digaris bawahi bahwa mereka melakukan hal tersebut seakan - akan diluar daya pikir sehat seutuhnya dan pada umumnya .


 Kalau kuda mendapatkan juara kelas dan juara umum , sang joki bisa mendapatkan uang hingga 200 ribu belum lagi 2 lembar sarung yang mereka peroleh menurut Pak Masuarang . Beliau juga berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada untungnya ikut pacuan , tetapi yang mereka inginkan cuman satu yaitu nama .



Nama dalam hal ini adalah sebuah kedudukan , status sosial dan juga bisa di bilang sebuah kekuatan . Mungkin mereka berpendapat bahwa semakin banyak kemenangan yang mereka peroleh dalam pacuan kuda , semakin di kenal besar pula nama baik mereka dalam lingkungan masyarakat Sumbawa dan sekitarnya .


.